Lanjut ke konten

Berita

Pemilu

Jakarta, Aktual.co — Pemilu haruslah dipandang sebagai sebuah proses tentang merebut sebuah kekuasaan dan mempertahankan sebuah kemenangan.

Demikian disampaikan politisi lawas Partai Golkar, Mahadi Sinambela saat menjadi pembicara diskusi yang diadakan oleh Forum Kajian Strategis, Minggu (23/6), di Jakarta.

“Pemilu harus dipandang sebagai kegiatan politik yang normal-normal. Pemilu punya dua makna, merebut kekuasaan dan mempertahankan kemenangan,” ujar Mahadi yang pernah menjabat sebagai Menpora zaman Orde Baru.

Beda zaman, beda generasi dan beda pemikiran. Jika politisi lawas mengungkapkan politik dan pemilu sebagai cara mendapatkan kekuasaan, berbeda halnya dengan politisi muda Partai Nasional Demokrat, Dedy Ramanta.

Dalam kesempatan yang sama Dedy mengungkapkan, “Pemilu sebagai langkah awal atau halaman depan dari proses demokrasi,” terang Dedy

Jadi jika pemilu dilaksanakan dengan cara yang tidak baik maka jangan berharap akan melahirkan demokrasi baik.

“Pemilu jika sebagai alat, maka akan menciptakan otoriter,” sindir Dedy kepada Mahadi.

Demokrasi yang baik kata Dedy mensyaratakan partisipasi rakyat untuk memilih, jika partisipasi rakyat menurun maka perlu dipertanyakan kualitas pemilunya.

Untuk itu kata Dedy, jika kita ingin pemilu yang demokratis, maka ada 4 hal yang harus dilakukan. Pertama, peran KPU, Bawaslu, DKPP harus diperkuat. Baik dari segi peraturannya, maupun pendanaannya. Kedua, peran pengawasan harus diperluas, supaya untuk dapat mengawasi sampai ke desa-desa.

“Ketiga, harus ada trust antara penyelenggara dan peserta pemilu. Keempat, alat negara yakni TNI Polri, dan penyelenggara negara lainnya harus netral,” demikian Dedy.

Ari Purwanto

http://m.aktual.co/politik/151927politisi-lawas-golkar-pemilu-harus-dipandang-merebut-kekuasaan

Politisi Golkar: Jangan Jadikan Pemilu Tujuan Sakral

 

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Golkar Mahadi Sinambela mengimbau partai politik agar tidak menjadikan pemilu sebagai salah satu tujuan sakral. Jika pemilu dijadikan sebagai satu-satunya tujuan, menurut Mahadi, maka dikhawatirkan akan terjadi praktik-praktik money politics untuk mencapai kemenangan.

“Jangan jadikan pemilu itu menjadi sesuatu yang sakral. Jangan jadikan pemilu itu tujuan yang mati-matian. Kalau itu yang kita jadikan, maka akan ada kerusuhan sosial,” ujar Mahadi di Jakarta, Minggu (23/6/2013).

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini juga mengungkapkan, dengan menjadikan pemilu sebagai tujuan utama, maka dipastikan akan terjadi penyelewengan. Partai politik, katanya, pasti akan melakukan pengumpulan dana.

“Kalau partai sudah sibuk cari uang habis-habisan, maka akan terjadi penyimpangan. Ini yang harus kita ubah kultur partainya,” kata Mahadi.

Di Golkar, Mahadi mengakui kultur lama ini belum bisa diubah. Para politisi Golkar, kata Mahadi, masih mengutamakan penampilan dan harta untuk menjadi caleg.

“Saya mengaku belum berhasil mengubah kultur di Golkar. Padahal yang rusak partai ini kan karena money politics,” katanya.

Munculnya apatisme 

Lebih lanjut, Mahadi menilai, perhelatan Pemilu 2014 tidak akan jauh berbeda dengan Pemilu 2009. Pada pemilu mendatang, Mahadi tetap melihat tingkat apatisme masyarakat yang tinggi.

“Saya khawatir justru semakin dikit orang datang ke TPS. Pertanyaannya, apa partai masih bisa giring pendukung barunya?” tutur Mahadi.

Kekhawatiran yang sama juga disampaikan politisi Partai Nasdem, Dedy Ramanta. Dedy mengungkapkan apatisme kini mulai menjangkit pemilih pemula. Penyebabnya, kata Dedy, karena para pemilih yang disebut melek politik ini mendapatkan pendidikan politik yang berbeda di kampus.

“Pendidikan politik yang mereka dapat di kampus, itu berbeda dengan pendidikan politik partai. Sementara partai pun tidak menyentuh kampus, sehingga muncullah kaum apatis,” kata Dedy.

http://nasional.kompas.com/read/2013/06/23/1238091/Politisi.Golkar.Jangan.Jadikan.Pemilu.Tujuan.Sakral

MERDEKA.COM. Ancaman golput menjadi satu momok tersendiri bagi partai peserta pemilu saat ini. Bahkan pengamat memperkirakan jumlah golput untuk pemilu 2014 mendatang bisa mencapai lebih dari 50 persen.

“Partisipasi relatif rendah, dugaan saya tingkat partisipasi tidak sampai 50 persen. Sebab tidak ada ideologi, tidak ada partai menarik dan tidak ada caleg menguntungkan,” kata pengamat politik Ray Rangkuti dari Lingkar Madani di Seminar Nasional Forum Kajian Strategis ‘Mewujudkan Pemilu 2014 yang Aman dan Demokratis’ di Galeri Cafe, Cikini, Jakarta, Minggu (23/6).

Hal ini ditanggapi serius, salah satunya oleh Golkar. Golkar bahkan khawatir pendukung lamanya juga bakal lari.

“Saya khawatir orang akan datang sedikit ke TPS. Pendukung baru belum datang, pendukung lama sudah berkurang ini problem semua partai,” kata Mahdi Sinambela, politis partai Golkar di tempat yang sama.

Pendapat yang sama juga disampaikan Politisi Partai Nasdem. Sebagai partai baru, Nasdem mengharapkan kualitas pemilu yang baik dengan banyaknya pemilih yang ikut.

“Jika pemilihnya tidak banyak maka kualitas dan legitimasi partai itu dipertanyakan. Kebanyakan pemilih sudah muak dengan partai atau tidak suka dengan calegnya,” ujar Dedy Ramanta, Politisi Nasdem.

http://id.berita.yahoo.com/golput-2014-diprediksi-50-persen-golkar-takut-pemilihnya-075257422.html

No comments yet

Tinggalkan komentar